
Manajemen Pengelolaan Air di Situs Ratu Boko
Air merupakan kebutuhan pokok bagi manusia. Manusia menggunakan air dalam hampir semua aktivitas sehari-hari, antara lain untuk minum dan...
artikel
18 April 2022
Bagikan
Prasasti Siwagrha
yang berangka tahun 778 Saka (856 Masehi) menyebutkan bahwa Candi Prambanan
diresmikan pada tahun tersebut. Peresmian dilakukan oleh seorang raja bernama
Jatiningrat. Setelah itu tidak ada informasi apa pun terkait candi ini.
Candi Prambanan mulai
kembali dikenal pada tahun 1733. Berdasarkan laporan seorang pegawai VOC, C.A. Lons.
Lons melakukan kunjungan ke berbagai tempat di Surakarta dan Yogyakarta. Objek
kunjungan meliputi peninggalan bangunan di keraton Kartasura, Kotagede, dan
juga reruntuhan candi di sekitar Prambanan. Laporan Lons menyebutkan adanya bukit-bukit
di mana bebatuan menyembul di puncaknya. Meskipun terdapat keraguan apakah laporan
itu menyebutkan tentang Candi Prambanan atau candi Sewu.
Reruntuhan candi
tersebut kembali mendapat perhatian pada masa penguasaan Inggris, di bawah
kepemimpinan Letnan Gubernur Thomas Stamford Raffles pada 1811-1816. Raffles memerintahkan C.
Mackenzie dan G. Baker melakukan survei dan deskripsi dari reruntuhan yang ada di
sekitar Prambanan. Hasil laporan dari Mackenzie dan Baker kemudian
ditindaklanjuti oleh John Crawfurd, residen Yogyakarta masa itu. Tindakan
Crawfurd ini kemudian menjadi rintisan penelitian arkeologis Candi Prambanan
dan candi-candi di sekitarnya. Deskripsi yang dibuat pada masa Raffles ini
kemudian dituangkan dalam buku The History of Java. Buku ini terbit pada
tahun 1817.
Pada masa penguasaan Raffles,
Candi Prambanan dikunjungi oleh penguasa Keraton Yogyakarta masa itu, Sultan
Hamengku Buwono III. Candi Prambanan juga menjadi salah satu objek kunjungan
dari J.W. Ijzerman, ketua
Archaeologische Vereeniging van Jogja, sebuah perkumpulan arkeologi di
Yogyakarta yang didirikan pada tahun 1885.
Kunjungan Sultan Hamengku Buwono III
Desember 1812, Sultan
Hamengku Buwono III, mendapat undangan dari John Crawfurd, untuk berkunjung ke candi Prambanan dan candi
Sewu. Babad Bedhah ing Ngayogyakarta
karya Bendoro Pangeran Aryo Panular (1771-1826) menceritakan tentang kunjungan
tersebut pada pupuh XXXIII. Pangeran Aryo Panular sendiri adalah salah satu
putra Sultan Hamengku Buwono I sekaligus menjadi mertua dari Sultan Hamengku
Buwono III.
Babad Bedhah ing
Ngayogyakarta menyebutkan jika rombongan Sultan
Hamengku Buwono III ini didampingi John Crawfurd, John Deans (Sekretaris
Residen Yogya), Mayor Dennis Harman Dalton (komandan garnisun) dan Kapitan Cina
Tan Jing Sing. Sultan dan para pendampingnya menggunakan kereta. Rombongan ini
berangkat pada pukul tujuh pagi dikawal oleh tentara Inggris. Peter Carey dalam
buku Inggris di Jawa (1811-1816) menyebutkan jika tentara Inggris yang
mengawal adalah tentara Sepoy dari Bengal Light Infantry Volunteer Battalion.
Setiba di Prambanan,
mereka berhenti sejenak di pesanggrahan yang berada di tepi jalan untuk
menikmati suguhan dari John Crawfurd. Setelah itu mereka langsung menuju ke
candi Prambanan. Rombongan langsung menyaksikan arca Loro Jonggrang (penyebutan
untuk arca Durga Mahisasuramardini berdasarkan legenda yang berkembang di
masyarakat). Setelah melihatnya, Sultan Hamengku Buwono III memerintahkan
pamannya, Pangeran Kusumoyudo untuk membuat sketsa tokoh tersebut. Pangeran
Kusumoyudo adalah salah satu putra Sultan Hamengku Buwono I dari selir, Mas Ayu
Wilopo. Peter Carey menyebutkan jika Sang
Pangeran memiliki keterampilan dalam bahasa, ketertarikan pada sejarah Jawa dan
penyusunan babad.
Setelah itu,
rombongan melanjutkan perjalanan ke arah utara untuk melihat Candi Sewu. Sepulang dari kunjungan ke Candi Sewu, Sultan
Hamengku Buwono III kembali berhenti di pesanggrahan untuk melihat sketsa yang
telah dibuat oleh Pangeran Kusumoyudo. Sketsa arca Loro Jonggrang sudah
selesai. Namun sketsa arca-arca lain, relief, gerbang dan bangunan yang hancur
belum dibuat. Maka Sultan meminta Pangeran Kusumoyudo beserta asisten seninya,
Adiwarno untuk tetap tinggal dan menyelesaikan pekerjaan tersebut.
Sebelum kembali ke
keraton, rombongan singgah sejenak di pasar untuk menikmati buah-buahan yang
berasal dari kebun milik sultan. Setelah itu, Sultan dan rombongan kembali ke
keraton.
Kunjungan Ijzerman
J.W. Ijzerman adalah
ketua Archaeologische
Vereeniging van Jogja yang
menjabat mulai Mei 1886. Ijzerman menyebutkan jika tujuan
pendirian perkumpulan Arkeologi pada 1885 ini adalah untuk mengumpulkan data.
Data tersebut digunakan sebagai studi arkeologi
di Jawa Tengah.
Kunjungan Ijzerman
sebenarnya tidak hanya dilakukan ke Candi Prambanan. Kunjungan ini juga
dilakukan ke sejumlah candi dan peninggalan arkeologi yang ada di sekitar
Kawasan Prambanan (mencakup wilayah Kasunanan Surakarta dan Kasultanan
Yogyakarta, Kraton Ratu Boko dan Dataran Sorogedug). Kunjungan ini kemudian
menghasilkan sebuah buku Beschrijving
der Oudheden nabij de grens der residenties Soerakarta en Djogdjakarta (1891). Buku ini juga dilengkapi dengan
sejumlah sketsa dan peta peninggalan arkeologi yang tersebar di wilayah
tersebut.
Kunjungan Ijzerman yang dilakukan pada tahun
1886 berjarak 73 tahun dengan kunjungan Sultan Hamengku Buwono III. Sisi
menariknya adalah adanya kesamaan
deskripsi sejumlah lokasi di dekat Candi Prambanan.
Deskripsi yang
ditulis Pangeran Aryo Panular dalam Babad Bedhah ing Ngayogyakarta untuk
bagian pesanggrahan dan pasar juga dijumpai dalam tulisan Ijzerman. Ijzerman menyebutkan bahwa dia harus menyeberangi sungai Opak, meski
tidak ada jembatan di atasnya. Setelah itu, Ketua Archaeologische Vereeniging van Jogja itu juga menyebutkan tentang keberadaan
pesanggrahan yang ada di sebelah kanannya atau sebelah selatan dari jalan
utama.
Ijzerman menuliskan jika pesanggrahan lama ini sebagian telah
dibongkar untuk kepentingan pembangunan rel kereta api dari Semarang ke
Yogyakarta. Sementara letak pasar berada lebih ke timur. Pasar ini berada di
perbatasan dan mencakup wilayah Yogyakarta dan Surakarta.
Pada saat berkunjung, Ijzerman juga membuat deskripsi singkat
dan ilustrasi terkait sejumlah arca yang dimuat dalam bukunya tersebut.
Ijzerman juga melakukan pembersihan dengan menebang semak belukar dan pepohonan
yang menutupi reruntuhan. Bagian bilik-bilik candi juga dibersihkan dari
reruntuhan.
Epilog
Candi Prambanan yang telah diresmikan sejak abad ke-9 memang sempat tidak diketahui
perkembangannya. Perpindahan kekuasaan dari Yogyakarta-Jawa Tengah ke Jawa
Timur diduga menjadi salah satu penyebab “hilangnya” candi Prambanan dari
catatan sejarah. Baru pada ada abad ke-19 nama candi Prambanan kembali tampil
dalam catatan arsip pemerintah kolonial.
Pada masa yang sama, terdapat sejumlah tindakan untuk mulai
membuat deskripsi dan sketsa dari candi Prambanan yang kala itu telah runtuh.
Proses pemugarannya baru dimulai pada awal abad ke-20 dan baru diselesaikan
pada akhir abad yang sama. Kompleks Candi Prambanan adalah sebutannya saat ini,
mengingat banyaknya bangunan yang menjadi bagian dari candi ini.
Sejak tahun 1991, Kompleks Candi Prambanan telah ditetapkan
oleh UNESCO sebagai Warisan Budaya Dunia dengan nama Prambanan Temple
Compounds. Maka, kita sebagai generasi penerus harus bisa melestarikan
candi ini, agar tidak “hilang” dari peredaran zaman, seperti yang pernah
terjadi sebelumnya.
Ditulis oleh Shinta Dwi Prasasti, S.Hum., M.A.
Pengelola Data Cagar Budaya dan Koleksi Museum
di
Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Air merupakan kebutuhan pokok bagi manusia. Manusia menggunakan air dalam hampir semua aktivitas sehari-hari, antara lain untuk minum dan...
Yogyakarta dalam perjalanan historisnya berandil besar dan menjadi bagian penting pada setiap masa perkembangan Indonesia sebagai sebuah bangsa....
Ik wil geen kwaad spreken van de Indische hotels. Integendeel. Het Grand Hotel te Djocja b. v. kan met de beste hotels in Europa wedijveren...
Pada 14 Juni 2017 Lembaga Purbakala merayakan hari lahirnya yang ke-104. Lembaga ini telah mampu melewati tiga zaman pemerintahan (Belanda, Jepang,...
Situs Sokoliman adalah tempat penyimpanan dan pelestarian peninggalan budaya dari masa Megalitikum atau masa batu besar. Luas situs ini 2000...
Dalem Jayadipuran pernah menjadi tuan rumah penyelenggaraan Kongres Perempuan Indonesia Pertama. Hari dimulainya kongres ini kemudian dikenang...