
Candi Kimpulan: Menemukan Kembali Rumah Tuhan
Semburat cahaya matahari di ufuk timur menandai hari baru pada 11 Desember 2009, sebuah pagi yang biasa saja bagi kebanyakan orang. Semua orang...
artikel
24 Desember 2021
Bagikan
Dalem Jayadipuran pernah menjadi tuan rumah penyelenggaraan Kongres Perempuan Indonesia Pertama. Hari dimulainya kongres ini kemudian dikenang sebagai Hari Ibu. Dalem yang berarsitektur rumah Jawa dengan pengaruh gaya Eropa ini pada masa pergerakan nasional, menjadi tempat kegiatan budaya dan politik yang ada di Yogyakarta seperti pertemuan-pertemuan organisasi berskala nasional (Hamoko, dkk, 2014 : 14).
Kongres
Perempuan Indonesia Pertama berlangsung pada 22 - 25 Desember 1928 di
Yogyakarta. Kongres ini diprakarsai para pemimpin organisasi pergerakan
perempuan saat itu antara lain Raden Ayu Soekanto dari perkumpulan Wanita Oetomo,
Sutartinah atau Nyi Hajar Dewantara (istri dari Ki Hajar Dewantara) dari
perkumpulan wanita Taman Siswa, dan Soeyatin dari perkumpulan Puteri Indonesia.
Kongres ini diketuai oleh Raden Ayu Soekanto.
Kongres
ini dihadiri 30 organisasi perempuan di antaranya, Wanita Oetomo, Poetri
Indonesia, Aisjijah, Poetri Boedi Sedjati, Wanita Sedjati, Darmo Laksmi,
Roekoen Wanodijo, Jong Java, Wanita Moelyo, Taman Siswa, Jong Islamieten Bond, Jong Madoera. Selain
itu, hadir pula organisasi-organisasi yang dipimpin oleh laki-laki seperti
Boedi Oetomo, Mohammadijah, Sarekat Islam, Partai Nasional Indonesia (PNI) (Blackburn,
2007 : xi-xx).
Kongres Perempuan Indonesia Pertama ini fokus membahas permasalahan sosial, khususnya yang terkait dengan nasib kaum perempuan. Perkawinan dan pendidikan menjadi dua hal utama yang menjadi pembahasan. Pernikahan dini pada anak perempuan ditentang keras dalam kongres ini. Anggota kongres dianjurkan untuk membuat propaganda tentang dampak buruk dari pernikahan dini. Pemberdayaan perempuan diupayakan dengan membiayai pendidikan untuk anak-anak perempuan yang tidak mampu melalui beasiswa. (Blackburn, 2007 : 146)
Kongres
Perempuan Pertama menghasilkan beberapa keputusan penting. Pertama, didirikan Perikatan
Perempuan Indonesia (PPI) yang menjadi satu wadah bagi seluruh organisasi
perempuan pribumi untuk berkomunikasi. Kedua, pendirian PPI tidak melibatkan
isu politik dan lebih berfokus pada hak serta peran perempuan dan kehidupan
keluarga secara utuh. Ketiga, PPI akan berusaha untuk memberikan beasiswa
kepada perempuan-perempuan yang berbakat namun kurang mampu, akan mengadakan
kursus-kursus bidang kesehatan, pemberantasan akan pernikahan dini pada
anak-anak, serta memajukan kepanduan wanita Indonesia (Stuers, 2008 : 113-114).
Penetapan Hari Ibu
Hari
dimulainya Kongres Perempuan Pertama tanggal 22 Desember ditetapkan sebagai
Hari Ibu pada Kongres Perempuan III tanggal 22-27 Juli 1938 di Bandung. Kongres
ini diketuai oleh Emma Puradireja. Peringatan Hari Ibu secara resmi disahkan
sebagai hari nasional oleh Presiden Sukarno melalui Surat Keputusan Presiden
Nomor 316 Tahun 1959.
Tanggal
22 Desember dirayakan sebagai Hari Ibu bertujuan untuk menghargai kedudukan dan
peran seorang ibu dalam keluarga dan menciptakan generasi penerus yang baik. Di
samping itu, juga sebagai penanda peristiwa tonggak sejarah kebangkitan
pergerakan perempuan pribumi (Majalah Arsip Nasional, 2012 : 19).
Riwayat dan Arsitektur Dalem
Jayadipuran
Dalem
Jayadipuran semula bernama Dalem Dipawinatan. Dalem ini dibangun pada 1874 oleh
abdi dalem Bupati Anom di Keraton Yogyakarta yakni Raden Tumenggung Dipawinata.
Dalem Dipawinatan diserahkan kembali kepada Keraton Yogyakarta setelah masa
penggunaan tanah (hak anggaduh) lokasi berdirinya dalem ini berakhir. Pada
tahun 1917, Sultan Hamengku Buwana VII menghadiahkan Dalem Dipawinatan kepada menantunya, yaitu Kanjeng Raden
Tumenggung Jayadipura. Setelah resmi menjadi milik Kanjeng Raden Tumenggung
Jayadipura, Dalem Dipawinatan berganti nama menjadi Dalem Jayadipuran.
Pembagian
ruangan di Dalem Jayadipuran berdasarkan pola tradisional rumah Jawa. Bagian
depan terdiri atas kuncungan, topengan, pendopo dan pringgitan.
Kemudian bagian tengah atau dalam, adalah bangunan inti yang terdiri atas ruang
dalam, sentong kiwo, sentong tengah, dan sentong tengen. Bagian tengah dilingkupi dengan dinding tembok
dengan luas ruangan 210 m2. Bagian belakang dalem Jayadipuran terdiri
atas dan dua buah kamar mandi. Bagian samping berisikan gandok kiwo dan gandok tengen.
Dalem Jayadipuran juga memiliki bagian pelengkap seperti perkantoran,
perpustakaan, dan musala (Laporan Pendataan, 1993 : 9-13).
Dalem Jayadipuran ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya berdasarkan Permenbudpar No. PM.25/PW.007/MKP/2007 tanggal 26 Maret 2007. Dalem Jayadipuran terletak di Jalan Brigjen Katamso No. 139, Kelurahan Kaparakan, Mergangsan, Yogyakarta sebagai kantor Balai Pelestarian Nilai Budaya Yogyakarta.
Referensi :
Blackburn, Susan. Kongres Perempuan Pertama Tinjauan Ulang
(Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, 2007) (semula paling bawah)
De Stuers, Cora Vreede, Sejarah Perempuan Indonesia : Gerakan dan
Pencapaian (Depok : Komunitas Bambu, 2008).
Harnoko, Darto, Sri Retno Astuti,
Nurdiyanto, Rumah Kebangsaan Dalem
Jayadipuran Periode 1900-2014 (Yogyakarta : Balai Pelestarian Nilai Budaya,
2014)
Laporan Pendataan Dalem Jayadipuran,
Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun
Anggaran 1993/1994
Media
Arsip Nasional, Rekam Jejak Perempuan
Indonesia, (Jakarta : ANRI, 2012)
Dewi, Vitriyana Kusuma, Gayung Kasuma.
2014. “Perempuan Masa Orde Baru (Studi Kebijakan PKK dan KB Tahun 1968-1983)”,
dalam Jurnal Kesejarahan, Vol. 4, No. 2 Juni 2014.
Sujati, Budi, Ilfa
Harfiatul Haq. 2020. “Gerakan Perempuan di Jawa (1912-1941)”, dalam Jurnal Ilmu
Usluhuddin, Adab, dan Dakwah, Vol. 2, No. 1, Juni 2020.
Artikel ditulis oleh:
Adhestalini Intan Galdhira
Mahasiswa Ilmu Sejarah, Universitas Diponegoro
Semburat cahaya matahari di ufuk timur menandai hari baru pada 11 Desember 2009, sebuah pagi yang biasa saja bagi kebanyakan orang. Semua orang...
Ik wil geen kwaad spreken van de Indische hotels. Integendeel. Het Grand Hotel te Djocja b. v. kan met de beste hotels in Europa wedijveren...
Jejak Pembuktian Padukuhan Brayut, Kalurahan Pandowoharjo, Kapanewon Sleman pernah menjadi markas pejuang saat perjuangan mempertahankan...
Kajian sejarah budaya Indonesia memiliki banyak keunikan. Salah satunya adalah proses pendirian sebuah bangunan suci, yang dikenal masyarakat...
Yogyakarta dalam perjalanan historisnya berandil besar dan menjadi bagian penting pada setiap masa perkembangan Indonesia sebagai sebuah bangsa....
Situs Sokoliman adalah tempat penyimpanan dan pelestarian peninggalan budaya dari masa Megalitikum atau masa batu besar. Luas situs ini 2000...