
Kelenteng Gondomanan
Kelenteng Fuk Ling Miau atau yang juga dikenal dengan nama Kelenteng Gondomanan, didirikan pada 1846 oleh masyarakat Cina yang tinggal di...
Cagar Budaya Tidak Bergerak
12 Juli 2021
12 Juli 2021
Bagikan
KETERANGAN |
Hotel Grand Inna Malioboro berada di Jalan Malioboro No.60, Yogyakarta. Hotel ini dahulu bernama Grand Hotel de Djokja . Dalam majalah De Indische Mercuur tanggal 17 Oktober 1911 menyebutkan, pembangunan hotel ini dimulai pada hari Minggu pagi, 10 September 1911. Grand Hotel de Djokja dimiliki oleh sebuah Naamlooze Vennootschap (Perusahaan Umum) Grand Hotel de Djokja dengan direktur J.Jansen. Surat kabar De Express 18 September 1912 menyebutkan hotel ini
memiliki fasilitas yang cukup mewah pada masa itu. Terdiri dari bangunan utama,
bangunan samping kanan dan kiri berupa 5
paviliun. Gaya bangunannya sama dengan Oranje Hotel Surabaya. Gedung
utama dari hotel ini dirancang oleh arsitek Harmsen dan Pagge. Berdasarkan sumber berita, foto, dan juga tren
bangunan kolonial yang dibangun pada periode ini (1890-1915) bangunan Grand
Hotel de Djokja memiliki karakteristik bangunan kolonial masa peralihan. Hal
ini dibuktikan dengan adanya sejumlah ciri khusus yang nampak pada bentuk
denah, material yang digunakan, bentuk atap pelana dan perisai, bentuk gable/
gevel yang mencolok, kolom yang melekat pada dinding serta terdapat tower pada
bagian depan bangunan. Pembukaan hotel ini sebagai penginapan dilaksanakan pada Minggu. 15
September 1912. Pengumumannya kepada masyarakat kala itu disampaikan di harian De Express pada 23 September 1912. Sejumlah harian juga
memberitakan pembukaan Grand Hotel de Djokja dengan fasilitas
yang cukup mewah pada masa itu. Pada tahun 1929, dilakukan renovasi pada hotel ini. Surat kabar Algemeen Handelsblad voor Ned-Indie 10 April 1929 menyebutkan, bahwa pihak
Grand Hotel akan melakukan sejumlah perbaikan pada paviliun-paviliunnya.
Perbaikan tersebut direncanakan dilakukan pada Juni 1929. Bangunan paviliun
akan diganti dengan bangunan bertingkat. Harian Het Nieuws
van den Dag Voor Ned-Indie 27 Juni 1930 menyebutkan bahwa bangunan sayap
kanan sudah selesai direnovasi menjadi bangunan bertingkat. Pekerjaan renovasi
akan dilanjutkan untuk bangunan pada sayap kiri. Seluruh pengerjaannya
ditangani biro Sitzen & Louzada. Gedung baru ini direncanakan siap pada
akhir September 1930. Setelah renovasi,
gaya bangunan Grand Hotel de Djokja mengalami perubahan. Ciri
khas bangunan pada masa ini (1915-1940)
menunjukkan gaya arsitektur modern yang lugas, didominasi pada bentuk
ruang yang kaku, warna dominan putih, volume bangunan berbentuk kubus, dan
banyaknya komponen penghawaan. Pada bangunan utama menghilangkan kedua tower pada bagian
depan bangunan, mengganti ornamen balustrade dan tympanum dengan
lubang penghawaan berupa roster dan jendela berbentuk persegi panjang yang
berjajar. Bagian atap telah berubah menjadi atap perisai dan gevel sudah tidak
nampak lagi. Pada pintu utama terdapat kanopi berbentuk bulat. Pada bangunan paviliun-paviliun dirombak total dengan
mengubahnya menjadi bangunan bertingkat. Berdasarkan data foto, nampak bangunan
di sayap utara dan selatan berdenah simetris, bangunan terdiri dari kamar-kamar
berdenah persegi yang memiliki teras terbuka dengan lubang penghawaan yang
luas. Terdapat juga penghalang sinar matahai berupa tritisan datar di lantai
atas dan bawah. Bangunan baru memiliki dormer/cerobong asap semu, berfungsi
untuk penghawaan dan pencahayaan. Grand Hotel de
Djokja menjadi salah satu hotel favorit yang banyak
disinggahi para pelancong. Nama hotel ini dicantumkan pada buku atau panduan
perjalanan ke Yogyakarta. Salah satunya adalah buku Van Stockum’s traveller
handbook for Dutch East Indies (1930). Tahun 1942, saat Jepang berkuasa
di Hindia Belanda, Grand Hotel de Djokja berganti nama menjadi Hotel Asahi (Matahari
Terbit). Hotel ini menjadi lokasi dari penerbitan koran Sinar Matahari.
Kepemilikan hotel ini berada di bawah C.V Marba. Setelah proklamasi 17 Agustus
1945, pengelolaan hotel Kembali ke pihak Indonesia. Pada November 1946 pemerintah Republik
Indonesia membentuk Badan Pusat Hotel Negara (BHPN). BHPN berubah menjadi Badan
Hotel Negara dan Tourisme (HONET) pada 1 Juli 1947. HONET bertugas meneruskan pengelolaan hotel-hotel di
Indonesia. Di bawah pengelolaan HONET
semua hotel di Yogyakarta, Surakarta, Madiun, Cirebon, Sukabumi, Malang,
Sarangan, Purwokerto berganti nama menjadi Hotel Merdeka. Pergantian nama ini
juga berlaku pada Grand Hotel de Djokja . Sejak Desember
1950 Hotel Merdeka berganti menjadi Hotel Garuda. Pergantian nama ini diumumkan
oleh pengelola (N.V. Grand Hotel de
Djokja) di media massa, yaitu harian
Algemeen Indisch dagblad de Preangerbode tanggal 13 Januari 1951. Pada 1975 sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1975,
Hotel Garuda menjadi Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Pengelolaannya yang
bekerja sama dengan PT Natour, sehingga berganti nama menjadi Natour Garuda. Pergantian pengelola ini diikuti dengan renovasi
hotel dan peningkatan level dari hotel berbintang satu menjadi hotel berbintang
empat. Renovasi dimulai tahun 1982 dan selesai pada akhir tahun 1984. Proses
renovasi dilakukan dengan tetap mempertahankan bentuk bangunan sayap utara dan
sayap selatan. Pembukaan Hotel kembali dilakukan pada 29 Juni 1985, oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX,
yang saat itu menjabat sebagai Gubernur di Daerah Istimewa Yogyakarta. Pada
tahun 1987 secara resmi Natour Garuda dikukuhkan oleh pemerintah melalui
Depparpostel sebagai Hotel berkategori bintang empat. Bersamaan dengan berkembangnya kepariwisataan yang
semakin pesat di Indonesia pada umumnya dan di kota Yogyakarta khususnya, PT.
NATOUR melaksanakan perluasan untuk “Natour Garuda” dengan menambah jumlah
kamar menjadi 240 kamar. Perluasan “Natour Garuda” ini diresmikan pada tanggal
29 Juni 1991 oleh Sri Paduka Paku Alam VIII – Gubernur DIY saat itu[1]. Pada perkembangan selanjutnya, PT. NATOUR bergabung
dengan PT. Hotel Indonesia Internasional
sehingga menjadi PT. HOTEL INDONESIA NATOUR. Penggabungan ini diikuti dengan
penggunaan nama komersial INNA. Mulai saat itu
seluruh hotel-hotel dan katering di bawah naungan Inna Group menggunakan
INNA sebagai nama pengikat (united name). Pada 15 Maret 2017, nama Inna
Garuda kembali diubah menjadi Grand Inna Malioboro. Nama ini digunakan hingga saat ini. Bangunan Hotel Grand Inna Malioboro
telah ditetapkan sebagai cagar budaya dengan Per.Men Budpar RI No.
PM.89/PW.007/MKP/2011. Peristiwa
penting di Grand Hotel de Djokja Grand
Hotel de Djokja yang telah berdiri sejak tahun 1911, menjadi saksi dan lokasi
dari sejumlah peristiwa penting. Peristiwa penting yang pernah terjadi di hotel
ini adalah: 1.
Pendirian ABHINI (Algemeene
Bond Hotelhuders in Nederlandsch-Indie) pada tahun 1925. ABHINI adalah perhimpunan pemilik, pengelola,
pengurus hotel dan restoran, para direktur atau komisaris perusahaan hotel. 2.
Charlie
Chaplin (seorang pelawak, sutradara film, dan komposer dari Inggris yang
terkenal pada era film bisu) menginap di hotel ini pada tahun 1932, sebagai
bagian kunjungannya ke sejumlah kota di Hindia Belanda pada masa itu. 3.
Sejak Desember 1945 sampai dengan Maret 1946, Kamar 911
sempat digunakan sebagai kantor Markas Besar Oemoem (MBO) Tentara Keamaan
Rakyat Pimpinan Panglima Besar Jenderal Sudirman. 4.
Pada
saat Serangan Umum 1 Maret 1949, Hotel Merdeka
menjadi salah satu sasaran penyerbuan oleh SWK 103, karena di hotel ini menjadi
tempat menginap perwira-perwira tentara Belanda. 5.
Momentum penting
pengamatan peristiwa Jogja Kembali yaitu keberangkatan Tentara NICA ke Jakarta
pada 6 Juni 1949 melalui stasiun Tugu, oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI)
terjadi di lingkungan hotel tersebut. [1] Sepeninggal
Sri Sultan Hamengku Buwono IX meninggal dunia pada 3 Oktober 1988, Sri Paduka Paku Alam VIII dipilih menjadi gubernur DIY yang kedua. Baru
pada tahun 1998, Sri Sultan Hamengku Buwono X dilantik menjadi Gubernur
DIY untuk lima tahun selanjutnya. |
Kelenteng Fuk Ling Miau atau yang juga dikenal dengan nama Kelenteng Gondomanan, didirikan pada 1846 oleh masyarakat Cina yang tinggal di...
Candi Mantup terletak di Dusun Mantup, Desa Baturetno, Kecamatan Banguntapan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Candi Mantup ditemukan pada Juli...
Candi Sambisari terletak di Dusun Sambisari, Desa Purwomartani, Kalasan, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Beberapa ahli berpendapat bahwa untuk...
Candi Kimpulan ditemukan pada 11 Desember 2009 di lokasi pembangunan perpustakaan Universitas Islam Indonesia (UII), Jalan Kaliurang Km. 14,5,...
Stasiun Tugu merupakan stasiun besar kedua yang didirikan di Yogyakarta setelah Stasiun Lempuyangan. Stasiun Lempuyangan dibangun oleh perusahaan...
Gedung SMP Negeri 8 Yogyakarta pada awalnya digunakan untuk Neutraale MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs). MULO...