


Buletin Narasimha No. 11/XI/2018
buletin
05 Maret 2021
Bagikan

Judul | : | Mengamalkan Etika Pelestarian Cagar Budaya |
Edisi | : | No. 11/XI/2018 |
Penerbit | : | Balai Pelestarian Cagar Budaya Daerah Istimewa Yogyakarta |
Catatan Redaksi | : | |
Unduh | : | file berkas |
Bangunan Cagar Budaya sebagai bagian
dari hasil karya adiluhung anak bangsa patut dilindungi dan dilestarikan
keberadaannya. Pelestarian Cagar Budaya harus berpedoman pada norma yang
berlaku. Pelestarian Cagar Budaya di Indonesia telah diatur dalam Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya (UU No. 11 tahun 2010). Oleh karena
itu, semua aspek yang berkaitan dengan kegiatan pelestarian Cagar Budaya harus
mengacu pada payung hukum tersebut.
Sesuai atau tidaknya implementasi
pelestarian Cagar Budaya dengan UU No. 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya
berkaitan erat dengan aspek etika. Pada dasarnya etika menyangkut tentang apa
yang baik harus dilakukan dan apa yang buruk harus dijauhi. UU No. 11 tahun
2010 tentang Cagar Budaya merupakan panduan untuk melaksanakan pelestarian
Cagar Budaya yang beretika, karena di dalamnya berisi aturan tentang apa yang
seharusnya dilakukan dan dijauhi dalam pelestarian Cagar Budaya.
Sebagai contoh dalam melaksanakan
pemeliharaan dan pemugaran Cagar Budaya, UU No. 11 tahun 2010 tentang Cagar
Budaya. Pasal 76 ayat 3 menyebutkan bahwa perawatan Cagar Budaya dilakukan
dengan pembersihan, pengawetan, dan perbaikan atas kerusakan dengan
memperhatikan keaslian bentuk, tata letak, gaya, bahan, dan/ atau teknologi
Cagar Budaya. Kemudian pasal 77 ayat 2 mengamanatkan bahwa pemugaran Cagar
Budaya harus memperhatikan keaslian bahan, bentuk, tata letak, gaya, dan/ atau
teknologi pengerjaannya.
Ketentuan pemeliharaan dan pemugaran
Cagar Budaya yang diamanatkan UU No. 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya wajib
dilaksanakan, mengingat tujuan pelestarian Cagar Budaya tidak hanya
mempertahankan keberadaannya secara fisik, namun juga mempertahankan
nilai-nilai penting (sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/ atau
kebudayaan) yang terkandung di dalamnya, serta memiliki nilai budaya bagi
penguatan kepribadian bangsa. Tanpa mematuhi kaidah yang berlaku, alih-alih
etika pelestarian Cagar Budaya dapat dipraktikkan dan kelestarian Cagar Budaya
dapat terwujud, yang terjadi justru pelestarian Cagar Budaya yang asal
terlaksana dan hasilnya tidak dapat dipertanggungjawabkan sebagaimana mestinya,
baik secara teknis maupun administratif. Bahkan tidak jarang hasil pelestarian
Cagar Budaya yang dilakukan mereduksi nilai-nilai penting yang terkandung di
dalam Cagar Budaya itu sendiri.
Satu hal yang
perlu dipahami bahwa Cagar Budaya bukan hasil karya satu generasi untuk
kepentingan generasi tersebut, melainkan titipan untuk generasi masa mendatang.
Etika pelestarian Cagar Budaya penting untuk diimplementasikan dalam setiap
kegiatan pelestarian Cagar Budaya, karena memiliki nilai urgensi sebagai
panduan untuk mempertahankan keberadaan Cagar Budaya dan nilai penting yang
dikandungnya. Lebih dari itu, etika pelestarian Cagar Budaya juga dapat menjadi
pedoman bagi insan pelestari untuk mempertanggungajawabkan ikhtiarnya dalam
melestarikan Cagar Budaya, baik secara keilmuan dan juga moral.
Baca Juga

Bulletin Narasimha No. 03/III/2010
